RANGKUMAN BUKU MENGENAL HUKUM
KARANGAN PROF. DR. SUDIKNO
MERTOKUSUMO, SH.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB IMANUSIA DAN MASYARAKAT
BAB IIKAEDAH-KAEDAH SOSIAL
*Kaedah Kepercayaan atau Keagamaan
*Kaedah Kususilaan
*Kaedah Sopan Santun, Tata Krama atau Adat
BAB IIIKAEDAH HUKUM
*Kaedah Hukum dan Kaedah Sosial Lainnya
*Sollen-Sein
*Hukum dan Kekuasaan
*Egenrichting
*Dasar Psikologis dari Hukum
*Raison
d’etre”nya Hukum
*Isi, Sifat
dan Bentuk Kaedah Hukum
*Asas Hukum
*Hukum dan Etik
BAB IVTUJUAN HUKUM
*Teori Etis
*Teori
Utilitis
*Teori
Campuran
BAB I
MANUSIA DAN MASYARAKAT
MANUSIA DAN MASYARAKAT
Hukum tidak lepas dari kehidupan
manusaia. Maka untuk membicarakan hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya
dari kehidupan manusaia.
Setiap Mausia mempunyai kepentingan.
Kepentingan adalah sesuatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan
untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah pendukung atau penyandang kepentingan.
Sejak dilahirkan manusia butuh, makan, pakaian, tempat berteduh dan sebagainya.
Menginjak dewasa bertambahlah jumlah dan jenis kepentingannya seperti bermain,
bersekolah, berkeluarga, dan sebagainya. Dari sejak kecil beranjak dewasa serta
menjelang saat ia meninggal dunia kepentingannya berkembang.
Manusia menginginkan agar
kepentingan-kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancamnya. Untuk itu
ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan adanya kerjasama dengan manusia lain
akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau kepentingannya terlindungi.
Hidup dalam masyarakat yaitu salah
satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku
yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan kehidupan
bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisasikan tujuan bersama.
Kalau disebuah pulau hanya terdapat
seorang manusia saja belumlah dapat dikatakan ada masyarakat, tetapi kalau
kemudian datangmanusia lain di pulau itu akan terjadilah hubungan dan
peraturan-peraturan. Apa yang memepertemukan atau mendekatkan kedua manusia itu
sama lain adalah pemenuhan kebutuhan atau kepentingan mereka. Kehidupan bersama
dalam masyarakat didasarkan pada adanya kebersamaan tujuan.
Masarakat itu mempunyai tatanan
sosial psikologis. Adanya sesama manusia itu di dalam suasan kesadaran individu
mempengaruhi pikiran, perasaan serta perbuatannya. Manusia akan berusaha dan
akan merasa bebahagiaapabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Manusia tidak mungkin berdiri diluar atau tanpa
masyarakat. Sebaliknya masyarakat tak mungkin ada tanpa manusia.
Hanya dalam kehidupan bersama manusia dimungkinkan
memenuhi panggilan hidupnya, memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Sudah
menjadi sifat pembawanya bahwa manusia adalah zoon politikon atau makhluk
sosial. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian komplementer.
Konflik kepentingan akan terjadi apabila dalam
melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorng merugikan orang lain.
Manusia berkepentingan bahwa ia merasa aman. Aman berati bahwa
kepentingan-kepetinagnnya tidak diganggu, bahwa ia dapat memenuhi
kepentingan-kepentingannya dengan tenang.
Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat
dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang
menciptakan suasana tertib., damai dan aman, yang merupakan jaminan
kelangsunagn hidupnya.
Dimana ada kontak antar manusia diperlukan
perlindungan kepentingan. Manusia didalam masyarakat memerlukan perlindungan
kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan adanya pedoman atau
peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam
masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman,
patokan atau ukuran untuk berprilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini
disebut norma atau kaedah
Kaedah sosial pada hakekatnya merupakan perumusan
suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau
yang seyogyanya tidak dilakuakan, yang dilarang dijalankan atau di anjurkan
dijalankan. Dengan kaedah sosial ini hendak dicegah gangguan-gagguan
kepentingan manusia, akan dapat dihindarkan bentrokan antar kepentingan, akan
diharapkan terlindungi kepentingan-kepentingan manusia. Kaedah sosial ini ada
yang berbentuk teretulis ada pula yang berbentuk lisan yang merupakan kebiasaan
yang diteruskan dari generasi ke generasi.
BAB II
KAEDAH-KAEDAH SOSIAL
KAEDAH-KAEDAH SOSIAL
Untuk melindungi kepentingan manusia di dalam
masyarakat terdapat beberapa kaedah sosial.
Tata kaedah tersebut terdiri dari
kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah keasusilaan, kaedah sopan santun, dan
kaedah hukum, yang dapat dikelompokan sebagai berikut :
1.tata kaedah dengan aspek kehidupan
pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a.Kaedah kepercayaan atau keagamaan
b.Kaedah keasusilaan
2.tata kaedah dengan aspek kehidupan
antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a.kaedah sopan santun atau adat
b.Kaedah hukum
Kaedah Kepercayaan atau Agama
Kaedah kepercayaan atau agama
ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaedah ini ini ditujukan terhadap kewajiban
manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaedah ini
adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap
sebagai peritah Tuhan.
Kaedah kepercayaan atau keagamaan
ini bertujuan peyempurnaan manusia oleh karena kaedah ini ditujukan kepada umat
manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kaedah kepercayaan ini
tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi sikap batin manusia.
Kaedah Kesusilaan
Kaedah Kesusilaan berhubungan dengan
manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai
pendukung kaedah kesusilaan adalah nurani individu. Dan bukan manusia sebagai
makhluk sosial atau anggota masyarakat yang terorganisisir. Kaedah ini dapat
melengkapi ketidak seimbangan hidup pribadi mencegah kegelisahan diri sendiri.
Kaedah kesusilaan ini ditujukan
kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan
manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh. berzinah,
mencuridan sebagainya tidak hanya dilarang oleh kaedah kepercayaan atau
keagamaan saja tetapi dirasakan juga bertentangan dengan kaedah kesusilaan
dalam hati nurani manusia. Kaedah kesusilaan hanya membebeni manusia dengan
kewajiban-kewajiban saja.
Asal atau sumber kaedah kesusilaan
adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada
lahir, tetapi ditujukan kepada batin manusia juga. Batin sendirilah yang mengancam
perbuatan yang melanggar kaedah kesusilaan dengan sangsi. Kalau terjadi
pelanggaran kaedah kesusilaan misalya mencuri atau penipuan maka akan timbul
dalam hati nurani si pelanggar rasa penyesalan, rasa malu, merasa bersalah
sebagai sanksi atau reaksi terhadap pelanggaran kaedah kesusilan tersebut.
Kaedah Sopan Santun, Tata Krama atau Adat
Kaedah sopan
santun didasarkan atas kebiasaan, kepatutan, atau kepantasan yang berlaku dalam
masyarakat.
Kaedah sopan
santun ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrit demi penyempurnaan
atau ketertiban masyarakat dan bertujuaam menciptakan perdamaiian, tata tertib
atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah. Sopan
santun lebih mementingkan yang lahir atau yang formal, seperti :pergaulan,
pakaian, bahasa. Sopan santun menyentuh manusia manusia tidak semata-mata
sebagai individu, tetapi sebagai makhluk sosial. Kaedah sopan santun menentukan
perbuatan atau sikap lahir kita, misalnya berpakaian rapih, sopan. Jenis sopan
santun : pergaulan (etiquette) dan fashion atau mode. Beda sopan santun dalam
pergulan dengan mode terletak dalam sifat perubahannya. Mode mengalami
perubahan lebih cepat.
Kaedah sopan
santun membebani manusia dengan kewajiban kewajiban saja. Kita bersikap ramah
terhadap tamu yang datang ke rumah kita, walaupun pada waktu biasanya orang
tidur.
Kekuasaan
masyarakat secara tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi bila kaedah
kesopanan itu dilanggar. Yang memaksakan kepada kita diluar diri kita
(heteronom). Daerah berlakunya kaedah kesopanan itu sempit, terbatas secara
lokal atau pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain.
Berbeda lapisan masyarakat berbeda pula sopan santunya.
Setiap
pelanggar ketiga norma atau kaedah diatas akan mendapatkan sanksi. Sanksi
tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah sosial.
Sanksi dalam arti luas dapat
bersifat menyenangkan atau positif, yang berupa penghargaan (ganjaran) seperti
respek (rasa hormat), simpati, pemberian, penghargaan. Yang disebut sanksi
lazimya adalah yang bersifat negatif. Dengan ancaman hukuman hendak dicegah
oleh masyarakat penyimpangan atau pelanggaran kaedah sosial.
Pada hakekatnya sanksi
bertujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat, yang telah
terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaedah, dalam keadaan semula.
Sebagai
perlindungan kepentingan manusia kadah kepercayaan atau keagamaan, kaedah
kesusilaan dan kaedah sopan santun atau adat dirasakan belum cukup memuskan,
sebab :
a.Masih banyak kepentingan- kepentinagn manusia lain yang memerlukan
perlindungan, tetapi belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tersebut.
b.Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapatkan perlindungan dari
ketiga kaedah tersebut belum cukup terlindungi, karena kaedah tersebut reaksi
atau sanksinya dirasakan belum cukup memuaskan :
-Kaedah kepercayaan atau keagamaan tidaklah memberi sanksi yang dapat
dirasakan secara langsung didunia ini.
-Kaedak kesusilaan jika dilanggar hanyalah menimbulkan rasa malu, rasa
takut, rasa bersalah atau penyesalan saja pada si pelaku.
-Kaedak sopan santun jika dilanggar hanyalah menimbulkan celaan, umpatan
atau cemoohan saja.
Bagi setiap
kaedah sosial tersebut sanksinya tidak dirasakan secara langsung didunia ini
dengan cukup memuaskan, sehingga dirasakan belum cukup memberi jaminan
perlindungan kepentingan manusia.
Kepentingan
kaedah sosial lain yang melindungi lebih lanjut secara lebih memuaskan
kepentingan-kepetingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari
kaedah-kaedah sosial yang telah disebutkan dan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari
kaedah-kaedah sosial tadi. Kaedah sosial ini adalah kaedah hukum.
BAB III
KAEDAH HUKUM
Kaedah hukum
melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yangsudah mendapat
perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan manusia yang
belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Kaedah hukum
ditujukan terutama kepada pelaku yang konkrit, yaitu pelaku pelanggaran yang
nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melaikan untuk
ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, agar tidak sampai jatuh korban
kejahatan atau terjadi kejahatan.
Isi kaedah
hukum ditunjukan kepada sikap lahir manusia. Kaedah hukum mengutamakan
perbuatan laihir. Pada hakekatnya apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia
tidak menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar kaedah hukum.
Hukum pada
hakekatnya tidak memperhatikan sikap batin manusia dalam arti bahwa hukum tidak
memberi pedoman tentang bagaimana seyogyanya batin manusia itu. Tetapi ada
kalanya setelah terjadi perbuatan lahir yang relevan bagi hukum kemudian hukum
mencampuri batin manusia juga dengan misalnya misalnya memasalahkan ada
tidaknya kesengajaan, perencanaan, iktikad baik/buruk dan sebagainya.
Kaedah hukum
berasal dari luar diri manusia.Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia yang
memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakat secara resmilah diberi kekuasaan
untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman Dalam hal ini pengadilan menjadi
lembaga yang mewakili masyarakat memberi hukuman.
Kalau kaedah
kepercayaan, kesusilaan dan sopan santun hanya membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiban saja, maka kaedah hukum kecuali membebani manusia dengan
memberi kewajiban juga memberi hak. Kaedah hukum bersifat normatif dan atributif
Kaedah Hukum dan Kaedah Sosial Lainnya
Kaedah hukum
dapat dibedakan dari kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan, dan kaedah sopan
santun., tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada
pula titik temunya. Terdapat hubungan yang erat sekai antara ke-empat-empatnya.
Isi masing-masing kaedah saling mempengaruhi satu sama lain, kadang-kadang
saling memperkuat.
Antara
kaedah kepercayaan atau keagamaan dan hukum banyak titik temunya. Pasal 29 UUD
misalnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduk pembunuhan,
pencurian, perzinahan, tidak dibenarkan oleh kedua kaedah itu. Batas yang tajam
tidak dapat ditarik antar kaedah kesusilaan dan jaedah hukum.
Hukum
positif kita memperhatikan pengertian-pengertian tentang kesusuliaan seperti iktikad
baik (ps. 1560 BW). 1363 BW) bersikap seperti kepala somah yang baik
(ps. 1560 BW0), kelayakan dan kepatutan. Pasal 1337 BW menentukan
bahwa”kausa” tidak diperbolehkan apbila dilarag oleh undang-undang atau
bertentangan dengan adat istiadat kebiasaan atau ketertiban umum, sedangkan
pasal 23 AB menetukan bahwa suatu perbuatan atau perjanjian tidak dapat
meniadakan kekuatan undang-undang yang berhubungan dengan ketertiban umum atau
kesusilaan.
Kesusilaan
sering melarang beberapa perbuatan yang oleh hukum sama sekali tidak
dihiraukan, seperti berbohong, kumpul kebo, atau bersama tanpa nikah.Bagi hukum
kadaluarsa itu tujuannya untuk menjamin kepastian hukum.
Hukum itu
sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh penguasa diberi sanksi
hukum : perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP hampir seluruhnya
merupakan perbuatan-perbuatan yang berasal dari kaedah kesusilaan atau
kepercayaan.
Hukum
menuntut legalitas yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau
pencatatan kaedah-kaedah semata-mata, sedangkan kesusilaan menuntut moralitas,
yang berarti yang dituntut oleh perbuatan yang didorong oleh rasa wajib.
Batas antara
sopan santun dalam hukum ini selalu berubah, bergeser, sebagai contoh misalnya
dapat disebutkan pertunangan yang dulu merupakan lembaga hukum, sekrang hanya
merupakan sopan santun atau adat istiadat kebiasaan saja. Kaedah sopan santun
dapat menjadi kaedah hkum karena masayrakat menganggapnya atau sebagai
peraturan tentang prilaku manusia yang seyogyanya dilakukan.
Sollen-Sein
Kaedah hukum
merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang segoyanya atau seharusnya
dilakukan. Pada hakekat kaedah hukum perupakan perumusan pendapatan atau
pandangan tentang bagaimana seharusnya segoyanya seorang bertingkah
laku. Sebagai pedoman kaedah hukum bersifat umum dan pasif.
Kaedah hukum
berisi kenyataan normatif (apa yang segoyanya dilakukan) : das sollen dan bukan
berisikan kenyataan alamiah peristiwa konkrit. Da sein” barang siapa mencuri
harus dihukum” “Barang siapa yang membeli sesuatu harus membayar” merupakan
dasar sollen, suatu kenyataan normatif dan bukan menyatakan sesuatu yang
terjadi secara nyata., melainkan apa yang seharusnya atau seyogyanya terjadi.
Dalam hukum
yang terpenting bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang seharunya terjadi.
Sebagai syarat harus terjadi peristiwa konkrit terlebih dahulu.
Kaedah hukum
itu bersifat memerintah, mengharuskan atau preskriptif. Telah dikemukakan bahwa
kaedah hukum itu bersifat pasif. Rangsangan untuk megaktifkan kaedah hukum
adalah peristiwa konkrit (das sein). Dengan terjadinya peristiwa konkrit
tertentu kaedah hukum baru dapat aktif, karena lalu dapat diterapkan pada
peristiwa kokrit tersebut. Peristiwa konkrit merupakan aktivator yang
diperlukan untuk dapat membuat aktif kaedah hukum.
Karena
kaedah hukumlah peritiwa konkrit itu menjadi peristiwa hukum .Peristiwa hukum
adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan
dengan akibat atau hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan
timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban.
Suatu
peristiwa konkrit tidak mungkin dengan sendirinya mejadi peristiwa hukum.
Peristiwa hukum tidak mungkin terjadi tanpa adanya kaedah hukum. Peristiwa
hukum tidak dapat di konstitatir tanpa menggunakan kaedah hukum. Peristiwa
hukum itu diciptakan oleh kaedah hukum. Sebaliknya peristiwa hukum itu dalam
proses terjadinya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa kokrit.
Kaedah hukum
megkualifisir suatu aspek dari suatu peristiwa hukum. Suatu aspek dari
kenyataan itu dapat berlaku sebagai peristiwa hukum. Tergantung pada kaedah
hukum yang bersangkutan, yaitu dapat diterapkan dalam situasi yang konkrit
yaitu sebagai contoh : Merokok merupakan peristiwa konkrir, tetapi kalau ada
orang yang merokok didekat pompa bensin yang ada papan larangan merokok dan
kemudia terjadi kebakaran yang disebabkan oleh rokok orang tersebut, maka
perokok menjadi pristiwa hukum yang menyebabkan si perokok dihukum.
Peristiwa
konkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan das sollen. Kalau
di atas dikatakan bahwa Sollen memerlukan Sein, maka disini Sein memerlukan
Sollen : jadi salling ada hubunganya antara Sein-Sollen dan Sollen- Sein.
Lazimnya
yang di anggap menojol antara kaedah hukum dengan kaedah sosial lainya adalah
sanksinya. Sanksi pelanggaran terhadap kaedah hukum dapat dipaksakan, dapat
dilaksanakan diluar kemauan yang bersangkutan, bersifat memaksa. Pelaksanaan
atau penegakan kaedah hukum itu dapat dipaksakan dengan alat-alat extern.
Contoh : Kalau ada seorang mencuri kemudian ia dijatuhi hukuman penjara, maka
ia dapat dipaksakan (diluar kemauaannya) untuk dimasukan dalam penjara.
Kalau
dikatakan sangsi dalam kaedah hukum itu bersifat memaksa atau menekan ini
berarti bahwa sanksi terhadap kaedah-kaedah sosial lainya tidak bersifat
memaksa atau menekan. Sebagai cotoh : Dalam upacara bendera, semua karyawan
berseragam Kopri. Kalau ada seseorang yang tidak berseragam Kopri maka ia akan
merasa kikuk atau tidak tenang. Ketaatan pada kaedah hukum bukan semata-mata
didasarkan pada sanksi yang bersifat memaksa, tetapi didorang oleh alasan
kesusilaan atau kepercayaan. Sanksi itu baru dikenakan apabila terjadi pelanggaran
kadah hukum. Jadi sanksi hanyalah merupakan akibat dan tidak merupakan ciri
hakiki hukum.
Tidak setiap
kaedah hukum disertai dengan sanksi. Kaedah hukum tanpa sanksi disebut :Lex
imperfecta. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 298 BW misalnya, Yaitu
bahwa seorang anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang
tuanya, merupakan lex imperfecta. Ketentuan ini tidak ada sanksinya.
Tidak semua pelanggaran kaedah dapat
dipaksakan sanksinya. Beberapa kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya
menurut hukum secara paksa. Ini terjadi dengan kewajiban yang berhubungan
dengan apa yang dinamakan perikatan alamiah (obligatio naturalis,
natuurlijke verbintensis), suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya.
Jadi ada yang perikatan yang mempunyai akibat hukum yang disebut perikatan
perdata (obligatio civilis), yang apabila tidak dipenuhi dapat diajukan
kepengadilan.dan perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum atau disebut juga
perikatan alamiah.
Perikatan pada umumnya adalah
hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan yang menimbulkan hak bagi pihak yang
satu atas suatu prestasi dari pihak yang lain sedang, pihak yang lain wajib
melakukan prestasi untuk pihak yang satunya. Jadi perikatan alamiah
adalahperikatan yang dapat dikatakan tidak sempurana, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya menurut hukum. Ini terjadi misalnya pada kewajiban yang timbul
dari perjanjian mengenai permintaan dan pertaruhan. Yang lebih dikenal dengan
perjudian.
Sekalipun pada umumnya kaedah hukum
itu disertai sanksi namun tidak terhadap pelanggaran kaedah hukum dikenai
sanksi.
Hukum dan Kekuasaan
Yang dapat memberikan sanksi atau
melaksanakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum adalah penguasa, karena
penegak hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa. Penguasa
mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap pelanggaran-pelggaran
kaedah hukum. Hakekat kekuasaan tidak lain adalah kemampuan seseorang unruk
memaksakan kehendanya terhadap orang lain.
Hukum ada
karena kekuasaan yang sah. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan
yang sah pada dasarnya bukanlah hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang
sah. Hukum itu mengatur, mengusahakan dan membatasi ruang gerak individu. Hukum
adalah kekuasaan yang mengusahakan ketertiban. Kalau dikatakan bahwa hukum itu
kekuasaan tidak berarti kekuasaan itu hukum.
“ Sekalipun
hukum itu kekuasaan, mempunyai kekuasaan untuk memaksakan berlakunya dengan
sanksi, namun hendaknya dihindarkan jangan sampai menjadi hukum kekuasaan, hukun
bagi yang berkuasa. Karena ada penguasa yang menyalah gunakan hukum,
menciptakan hukum semata-mata untuk kepentingan penguasa itu sendiri atau yang
sewenang-wenang mengakibatkan hukum, maka muncullah istilah “rule of law”.
Rule of law berarti pengaturan oleh hukum. Jadi yang mengatur adalah
hukum, hukumlah yang memeritah atau berkuasa. Ini berarti supermasi hukum.
Menurut rule
of law biasanya secara singkat diartikan sebagai “goverance not by man
but by law” Perlu diingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan
manusia, hukum adalah untuk manusia, sehingga “goverance not by man but by
law” tidak boleh diartikan bahwa manusia pasif dan menjadi budak hukum.
Hukumlah
yang berkuasa. Pengekangan kekuasaan oleh hukum merupakan unsur esensial
dan tiada hukum yang kebal terhadap kecaman. Konsep dasar rule of law ini pertama
kali dikembangkan oleh konsep di delphi pada tahun 1959.
Pegertian Anglo Saks rule of law ini
di Eropa Kontinental disebut dengan negara hukum (rechtstaat) . Rule of law meurut
Dicey mengandung unsur, yaitu :
1.Hak Asasi Manusaia dijamin lewat
undang-undang
2.Persamaan kedudukan dimuka hukum “equality
before the law”
3.Supermasi aturan-aturan hukum dan
tak ada kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas.
Menurut Emanual khan dan
Julius Stahl negera hukum mengandung 4 unsur :
1.Adanya pengakuan hak asasi manusia
2.Adanya pemisahan kekuasaan untuk
menjamin hak-hak tersebut
3.Pemerintah berdasarkan
peraturan-peraturan.
4.Adanya peradilan Tata Usaha Negara
Eigenrichting
Telah dikemukakan bahwa bahwa pelaksanaan sanksi
adalah monopoli penguasa. Perorangan tidak diperkenankan untuk melaksanakan
sanksi untuk menegakan hukum. Memukuli orang yang telah menipu diri kita,
merupakan tindakan menghakimi sendiri aksi sepihak atau “ eigenrichting”.
Tindakan ini merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri
yang bersifat sewenang-wenang. Tanpa persetujuan pihak lain yang
berkepentingan.
Tindakan menghakimi sendiri dilarang dan pada umumnya
merupakan perbuatan pidana, tetapi tidak selalu demikian. Setiap pelanggar
kaedah hukumpada dasarnya harus dikenakan sanksi. Tetapi ada
perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak dikenakan sanksi : pelanggarnya tidak
dihukum. Contohnya pelaggarn-pelanggaran kaedah hukum ternetu yang pelakunya jika
dihukum justru akan menimbulkan keresahan dalam masayarakat, karena dirasakan
kurang layak dan menggangu keseimbangan. Dirasakan kurang layak karena dalam
hal ini pelaku dalam keadaan terdesak dan tidak sempat pengadilan untuk
melindingi atau membela kepentingannya. Dia terpaksa melakukan dari pada ia
sendiri menjadi korban.
Pelanggaran yang tidak dikenakan sanksi merupakan
pengecualian, Perbuatan ini dapat dikelompokan menjadi dua kelompok :
Yang pertama yang mempunyai dasar pembenaran. Disini
perbuatan yang pada hakekatnya dilarang tapi dihalalkan, yang termasuk
perbuatan ini : keadaan darurat, pembelaan terpaksa, ketentuan undang-undang
dan perintah jabatan.
Keadaan darurat merupakan koflik kepentingan hukum
antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum dimana kepentingan yang kecil
harus dikorbankan demi kepentingan yang besar. Pembelaan terpaksa dalam keadaan
darurat merupakan alasan untuk dibebaskan dari hukum karena merupakan pembelaan
diri. Barang siapa melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dapat dihukum
(pasal 50 KUHP). Melaksanakan perintah jabatan tidak dapat dihukum (ps. 51
KUHP).
Kedua ialah perbuatan yang dikarenakan force mayeur,
overmacht atau keadaan memaksa tidak dapat dihukum. Dalam ilmu hukum pidana
kedua alasan tersebut yang menyebabkan pelanggar kaedah hukum tidak dikenakan
sanksi yaitu alasan pembenaran dan alasan pelepasan unsur kesalahan disebut fait
d’excuse.
Dasar
Psikologis dari Hukum
Hukum merupakan bagian
integral dari kekuatan bersama. Didalam masyarakat primitif pun manusia selau
menjadi subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban.Hukum mengatur dan menguasai
manusia. Sebagai konsekuensinya maka tata hukum bertitik tolak pada
penghormatan dan perlindungan manusia. Hukum terdapat dalam masyarakat. Dalam setiap
masyarakat selalu ada sistem hukum., ada masyarakat ada hukum : ubi societas
ibi jus.
Dalam diri mausia terdapat
tiga hasrat nafsu, yaitu hasrat individualistik, hasrat kolektifitas, dan
hasrat yang bersifat mengatur dan menjaga keseimbangan.
Sudah menjadi sifat pembawanya
manusia memiliki sifat individualistik. Perjuangan untuk hidup adalah
pengakuan individualitasnya. Yang menyebabkan manusia bertindak atau berjuang
adalah, egoismenya yaitu sifat individualistis pada disri manusia.
Disamping itu manusia
mempunyai hasrat kolektivitas. Hasrat ini menyebabkan manusia berusaha
berhubungan dengan manusia lain membentuk kehidupan bersama, menghendaki
ketertiban, kedamaiaan, dsb. Hasrat kolektivitas bersifat pasif, tidak mendorog
manusia untuk bertindak.
Kedua hasrat itu saling
bertentangan dan bertolakbelakang apabila tidak ada hasrat ketiga pada diri
manusia yang bersifat mengatur dan megkompromikan. Fungsi mengatur ini bersifat
stabil, ajeg dan mendamaikan. Masyarakat individuallistik (Amerika Serikat), Masyarakat
kolektivitas (Uni Sovyet) Masyarakat pancasila merupakan masyarakat yang
menginginkan keseimbangan. Hasrat mengatur merupakan dasar psikologis
hukum .
Raison
d’etre”nya Hukum
Telah dikemukakan bahwa untuk
timbulnya hukum sekurang-kurangnya harus ada kontak antara dua orang. Hukum
baru ada jika terjadi konflik kepentingan. Hukum pada hakekatnya baru timbul
kalau terjadi pelanggaran kaedah hukum, konflik. Jika segala sesuatu berlangsung
dengan tertib maka tidak akan ada orang yang mempersoalkan hukum. Jadi raison
d’entrenya hukum adalah konflik kepentingan manusia.
Isi, Sifat
dan Bentuk Kaedah Hukum
Ditinjau dari isinya kaedah
hukum dapat dibagi menjadi tiga. Ada kaedah yang berisi perintah, yang mau
tidak mau harus dijalankan atau ditaati. Ada kaedah yang bersisi larangan. Ada
kaedah yang yang berisi perkenaan.
Ditinjau dari sifatnya kaedah
hukum dibagi menjadi dua yaitu :
Kaedah hukum
imperatif yang bersifat a priori harus
ditaati, bersifat mengikat atau memaksa.
Kaedah hukum
fakulatifkaedah hukum yang bersifat
tidak a priori, bersifat melengkapi, subsidiair atau dipositif. Kaedah hukum
yang isinya perintah dan larangan bersifat imperatif, sedangkan yang isinya
perkenaaan bersifat fakulatif.
Ditinjau dari bentuknya kaedah
hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu :
Kaedah hukum
yang tidak tertulis yang tumbuh
dan timbul bersama masyarakat secara spontan dan mudah meyesuaikan diri.
Kaedah hukum
tertulis yaitu kaedah yang dituangkan
dalam bentuk tulisan pada daun lontar, dalam bentuk undang-undang yang
sebagainya, mudah diketahui dan lebih menjamin kepastian hukumnya.
Asas Hukum
Asas adalah prinsip dasar. Asas hukum umum
adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum
dinggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah merupakan
peraturan hukum yang konkrit, melaikan merupakan pikiran dasar yang umum
sifatnya atau merupakan latar belakang sistem hukum yang terjelama dalam undang-undang
dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan
mencari sifat” umum hukum dalam peraturan-peraturan yang konkrit.
Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam
hukum positif. Pada umumnya asas hukum berubah mengikuti kaedah hukum.
Sedangkan kaedh hukum berubah mengikuti perkembangan masyarakat. jadi
terpengaruh waktu dan tempat.
Asas hukum mempunyai dua fungsi : asas dalam hukum dan
asas dalam ilmu hukum.
Asas dalam hukum mendasari eksistensinya pada rumusan
oleh pembentuk undang-undang dan hakim serta mempunyai pengaruh yang normatif
dan mengikat para pihak.
Asas hukum
dalam ilmu hukum bersifat mengatur dan
eolikatif . Tujuan utama memberi ikhtisar dan tidak normatif an tidak termasuk
hukum positif.
Sifat instrumental asas hukum
ialah bahwa hukum mengakui adanya kemungkinan-kemungkinan, yang berarti
memungkinkan adanya penyimpangan.
Asas hukum di bagi menjadi
asas hukum umum dan asas hukum khusus :
Asas hukum
umum adalahhukum yang berhubungan
dengan seluruh bidang hukum seperti : asas lex posteriori derogat lex
priori.
Asas hukum
khusus berfungsi dalam bidang hukum
yang lebih sempit seperti dalam bidang : perdata, pidana, tata negara.
Hukum dan
Etik
Pada hakekatnya yang tidak
melanggar kaedah hukum itu baik dan yang melanggar itu yang buruk. Hukum itu
didukung oleh pikiran bahwa memungkinkan memisahkan baik dan buruk. Karena
itulah kaedah hukum juga disebut etis. Etis adalah usaha untuk mencari norma
baik dan uruk. Etik diartikan juga sebagai “ the principle of morality”.
Secara lebih sederhana etik
adalah filsafat tingkah laku atau filsafat untuk mencari pedoman untuk
mengetahui bagaimana manusia bertindak yang baik atau etis.
Hukum di tujukan kepada
manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam
ikatan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik sebaliknya
diujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati nuranilah
yang diketuk. Sasaran etik semata-mata adalah perbuatan manusia yang disengaja
Apa yang menurut masyarakat
demi ketertiban atau kesempurnaan masyarakat baik, itulah yang baik. Hukum
adanya hanya dalam masyarakat manusia, sedangkan masyarakat manusia itu
beranekaragam. Maka dapatlah dikatakan bahwa ukuran baik buruk dalam hal ini
tidak mungkin bersifat universal, karena hukum itu terikat pada daerah atau
wilayah tertentu.
Kesadaran etisbukan hanya
berarti sadar akan adanya baik dan buruk, tetapi juga sadar pula bahwa orang
harus berbuat baik. Pelanggaran etik hukum bukanlah merupakan pelaggaran kaedah
hukum melainkan dirasakan sebagai bertentangan dengan hati nurani.
BAB IV
TUJUAN HUKUM
TUJUAN HUKUM
Dalam fungsinya sebagai
pelindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Tujuan pokok hukum
adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan. Dalam mencari tujuan itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban
antara perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara
memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Teori etis
Menurut teori etis hukum
semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentuk oleh keyakinan kita yang
etis tentang yang adil dan tidak. Hukum menurut teori ini bertujuan merealisir
atau mewujudkan keadilan. Geny termasuk seseorang pendukung teori ini.
Keadilan meliputi dua hal,
yaiti menyangkut hakekat keadilan dan yang menyakut isi atsu norma untuk
berbuat secara konkrit dalam keadaan tertentu. Hakekat keadilan adalah
penilaiian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dengan
suatu norma yang menurut pandangan subyektif melebihi norma-norma lain. Dalam
hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan yang
menerima perlakuan : orang tua dan anak, majikan dan buruh, dsb.
Pada umumnya keadilan hanya
dapat dilihat dari pihak yang menerima perlakuan saja. Jadi penilaian tentang
keadilan ini pada umumya hanya di tinjau dari satu pihak saja. Kalau buruh
telah melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan dan kemudian majikannya
memutuskan hubungan kerja dengan buruh yang bersangkutan apakah tindakan
majikan itu tidak adil ? Keadilan kiranya , jangan hanya dilihat dari satu
pihak tetapi dari dua pihak.
Aristoteles membedakan adanya
dua macam keadilan, yaitu justitia distributive dan justitia communitative.
Justitia
distributive menuntut
bahwa setiap orang mendapatkan yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak
sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan,
kemampuan dan sebagainya. Yang dinilai adil disini apabila seseorang
mendapatkan hak dan jatahnya secara propesional mengingat pendidikan,
kedudukan, kemampuan, dsb. Disini bukan kesamaan yang ditintut melainkan
perimbangan. Dirasakan tidak adil kalau orang yang tidak mampu diwajibkan
membayar pajak yang sama tingginya dengan usahawan besar. Jadi justitia
distributive sifatnya profesional.
Justitia
communitative memberi
kepada setiap orang sama banyakya. Disini yang dituntut adalah kesamaan. Yang
adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan
sebagainya.
Justitia distributive merupakan urusan pembentuk
undang-undang sedangkan justitia communitative merupakan urusan hakim.
Peraturan hukum tidaklah selalu mewujudkan keadilan. Sebagai contoh peraturan
lalu-lintas. Peraturan-peraturan umum menghendaki adanya penyamarataan, tidak
demikian dengan keadilan. Untuk memenuhi keadilan peristiwanya harus dilihat
secara kasuistis. Dengan demikian teori keadilan berat sebelah.
Teori Utilitis
Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan
yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Pada
hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah, manfaat dalam menghasilkan
kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah yang terbanyak. Penganut
teori ini adalah Jeremy Bentham
Teori Campuran
Menurut Mochtar Kusumaatmadja tujuan pokok dan
pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat
pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat manusia yang teratur. Disamping
ketertiban tujuan dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi
dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.
Menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto tujuan hukum
adalah kedamaain hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban extern antar
pribadi dan ketenangan intern pribadi.
Menurut Soebakti berpendapat bahwa hukum itu mengabdi
pada tujuam megara, yaitu mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran para
rakyatnya. Tujuan hukum positif kita tercantum dalam alinea empat pembukaan
undang-undang dasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Mertokusumo,
Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2005